Sesuai dengan nama
yang disandang yakni rumah adat atau dalam bahasa Lio-Ende diwadahkan dalam
istilah- istilah: Sa'o Pu'u, Sa'o Ria, Sa'o Ria Tenda Bewa, memang
merupakan pusat kebudayaan, dalam konteks ini jelaslah kebudayaan lokal
Lio-Ende. Memang benar bahwa sebagian besar ritual dalam lingkaran hidup
perladangan berlokasi juga di luar rumah adat, bahkan juga di luar kampung.
Ritual wra barajawa (atejawa, 'mencabik kulit jagung muda'), bagi
komunitas Golulada, Detusoko misalnya, juga dilaksanakan di salah satu lokasi
di kampung. Demikian pula sejumlah ritual lainnya dalam lingkaran kegiatan
perladangan komunitas peladang Lio-Ende terjadi atau terlaksana di luar Sa'o
Pu'u.
Akan tetapi, semua
ritual baik ritual dalam lingkaran kehidupan manusia maupun dalam lingkaran
kehidupan perladangan tradisional selalu berpusat pada rumah adat, berawal dari
Sa'o Pu.'u, dari Sa'oria
Tendabewa. Konsep sa'o pu'u
saja sudah mengandung makna konotasi bahwa segala rencana, kesepakatan,
putusan, rancangan, bahkan gagasan baru saja pun selalu berawal dari sa'o
pu'u. Sebab, sebagaimana tradisi terwariskan, untuk menentukan waktu, nelu,
pelaksanaan ritual apa pun seperti: ngeti uma, peso uta, mbama, mi are,
jokaju, kapena, ru'e kibi, secara prosedural keadatan justru harus diadakan
di sa'o pu'u, diprakarsai oleh mosalaki pu'u sebagai pemimpin dan
tetua adat inti, juga sebagai sulung dalam keluarga atau klen itu. la memulai
dengan mengundang mosalaki, tukesani, dan aparat adat lainnya
yang terkait dengan jenis ritual itu. Di sa'o pu'u pula mereka
bermusyawarah, berembug, memutuskan, dan mengumumkannya kepada khalayak. Untuk
musyawarah besar, kompleks sa'o pu'u, dalam hal ini keda digunakan
untuk persidangan tersebut.
Sa'o
pu'u adalah juga pusat kebudayaan pula berkaitan
dengan sejumlah aktivitas dan aktualitas nilai-nilai budaya. Seperti telah
disinggung di atas, kegiatan nelu yakni musyawarah dan mufakat untuk
menentukan waktu ritual, atau juga so bhoka au, yang tentunya
berlaku
Untuk
seluruh peladang dan kerabat dalam wilayah tanah persekutuan tertentu dilakukan
di kompleks sa’o pu’u. pertemuan atau rapat adat resmi itu dipimpin oleh
mosalaki pu’u, atau ria bewa, atau oleh sejumlah penguasa inti
dalam struktur lembaga mosalaki. Biasanya, mosalaki pu’u memohon
izin atau meanosi terlebih dahulu kepada leluhur mereka seraya
mempersembahkan rokok asli (mbako wolo) dalam jumlah tertentu, juga arak
asli dengan wadah asli pula, atau juga makanan bagi leluhur mereka. Permohonan
itu dituturkan dengan bahasa waga, ungkapan paralelisme sesuai dengan
tujuan ritual dan dilakukan di sudut kanan rumah adat dan di depan Du’a Bapu.
Dalam situasi dan hal yang berbeda, di sa’o pu’u pula warga pisah
kekerabatan, baik dari keturunan laki-laki maupun keturunan perempuan (ana
embu) berkomunikasi dan memohon doa restu leluhur, bahkan juga
berkomunikasi dengan kekuatan dan kekuasaan adikodrati (supernatural),
yang masyarakat Lio-Ende menyapanya sebagai Du’a gheta lulu wula, Nggae
ghale wena tana. Menjelang perang untuk mempertahankan harta warisan atau
menyelesaikan sengketa apapun, dengan kerabat atau pihak luar, memohon restu di
sa’o pu’u merupakan adat dan tradisi.
Sa’o pu’u ataupun sa’oria
tenda bewa pula yang menjadi pengayom dan pelindung, tidak saja dalam
konteks bencana secara fisik maupun secara nonfisik. Bagi Orang Lio-Ende, sa’o
pu’u adalah simbol yang menyatukan mereka, wadah yang mendekatkan mereka,
lokasi yang memulihkan kembali kohesivitas mereka dari kekuatan pemecah belah. Sa'o
pu'u adalah wadah yang mendamaikan kembali kekerabatan berkenaan dengan
konflik internal, baik harta warisan maupun lahan garapan karena dalam suasana
kekeluargaan saat berkumpul, terlebih dalam suasana ritual dan sakral, tuturan
dan batuna'u, doa mereka dengan energi ragam bahasa waga berpola
paralelisme semantik dihadirkan dan diandalkan. Di sana pula jatidiri
mereka dibangun dan dipulihkan sesuai dengan amanat leluhur mereka.
Keharmonisan hubungan internal dipulihkan dari silang sengketa dan konflik. Di sa'o
pu'u pula kesadaran asal muasal (genetic awarrenes) atau mbe'o
pu'u kamu disegarkan kembali. Di sa'o pu'u pula mereka memohon
kekuatan dalam menghadapi aneka sengketa eksternal dengan pihak lain berkaitan
dengan tanah warisan.Betapa penting,
strategis, dan sentralnya sa'o pu'u atau juga sa'oria tendabewa,
bagi masyarakat Lio-Ende. Keberadaannya menjadi pusat orientasi tidak saja demi
kehidupan yang ragawi dan sosial, misalnya sehubungan dengan penegakan keadilan
internal soal warisan lahan garapan dan harta lainnya. Sa'o pu'u
sebagai pusat kebudayaan adalah juga orientasi hidup yang rohaniah karena
seperti yang diuraikan di atas, di sana pula mereka mengalunkan dan bertutur
tentang amanat-amanat leluhur mereka yang harus mereka pedomani dan patuhi
dalam kehidupan mereka, baik sebagai individu maupun kelompok. Lebih daripada
itu, justru di sa'o pu'u pula mereka menjalin dan merakit kembali
keserasian relasi yang transcendental dengan dengan Sang Khalik, dengan Du'a
Ngga'e, Du'a eo gheta lulu wula, Ngga'e eo ghale wena tana, dan hubungan
itu ditandai secara ragawi dengan hadirnya wulaleja di sudut kanan
depan rumah hingga ke atap. Itu pula landasan filosofis sehingga banyak sa'o
pu'u menjadi keramat, magis, dan sakral, bhisagia. Sa'o pu'u
adalah lambang dan sarana pemersatu, lambang kekuatan rohani, kebanggaan
jiwa kekerabatan, penanda keberadaan klen tertentu yang disebut Tuka kunu,
Wewa, Kunu Woe, (mirip dengan wa'u, di Ngada, dan woe dalam
rnasyarakat etnik Manggarai dengan mbaru gendang sebagai pusat orientasi
mereka). Sebagai pemulih dan penyatu (kembali) keluarga besar, karena
pemulihan dan perbaikan
(rehabilitasi), pemugaran, apalagi pembangunan kembali
secara utuh sa'opu'u, justru disyaratkan melalui musyawarah internal
garis pria dan sulung, untuk disepakati, dan kemudian ditetapkan bersama-sama
oleh semua anggota kerabat. Kemudian, dalam pelaksanaannya pun sangat
diprasyaratkan adanya kebersamaan, kesatuan, dan kekompakan.
Itulah secara singkat fungsi dan makna sosial-kultural sa'o pu'u, sa'oria
tendabewa.Penting dan sentralnya kedudukan dan keberadaan sa'o pu'u,
memang disadari oleh semua orang. Akan tetapi, betapa terancamnya keutuhan
hidup suatu klen atau keluarga besar (kunu woe), jikalau secara ragawi
dan nyata keluarga besar atau suatu klen itu tidak lagi memiliki sa'o pu'u
karena rusak, tidak terurus, dan tidak terpelihara. Kerusakan atau kepunahan sa'o
pu'u adalah pratanda kerusakan kekohesivan (desintegrasi), kesatuan, kebersamaan,
relasi kekerabatan, baik dalam dimensi horizontal dengan aji-ana, faiwai
walu ana kalo, maupun dimensi vertikal dengan leluhur dan Du'a Ngga'e.
Gejala dan sumber konflik intrakekerabatan, bahkan juga dengan pihak luar, secara
kultural bagi Orang Lio-Ende, senantiasa dikaitkan dengan keutuhan, keberadaan,
dan fungsi sa'o pu'u, sa'oria tendabewa.
FILOSOFI RUMAH ADAT SA'O RIA
Berdasarkan struktur dan pola perkampungannya
Sao Ria memiliki 3 kategori kampung yaitu : Kampung asal (nua pu’u), kampung
ranting (kuwu ria) dan kampung kecil (kopo kasa). Kuwu Ria dan Kopo Kasa wajib
mengakui wewenang religi, magis dan ritual dari penguasa adat di kampung
Rumah adat Sao Ria
mempunyai filosofi khusus dimana rumah adat tersebut disimbolkan sebagai
seorang manusia perempuan dan diartikan juga sebagai kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa. Makna ini di wujudkan melalui tata letak, fungsi dan bentuk ukuran
komponen bangunan. Hal ini dapat dilihat dari letak Kanga yang berada diposisi
yang lebih tinggi karena merupakan tempat yang disakralkan.
Fungsi Utama Bangunan
Fungsi utama Sao Ria terbagi menjadi 2 yaitu
sebagai tempat hunian dan pemujaan, dimana di tempat hunian ini terdapat
kamar-kamar untuk para penghuni.
Secara fungsional inti ruang tersebut memiliki
fungsi ganda, yakni sebagai ruang yang bersifat tempat tinggal dan sekaligus
bersifat sakral. Dikatakan bersifat tempat tinggal karena dalam kesehariannya
pada ruangan ini digunakan untuk melaksanakan aktivitas penghuni rumah, seperti
istirahat, makan bersama, menerima tamu, bekerja, bersantai dan lain
sebagainya. Sedangkan disebut sakral karena pada ruangan ini juga digunakan
sebagai tempat pelaksanaan aktivitas adat (upacara adat) yang bersifat sakral.
Di sekeliling ruang tengah ini terdapat ruang-ruang yang bersifat pribadi
berupa ruang tidur dan sebagai ruang service (tempat penyimpanan perabot
makan/dapur) dan lain sebagainya.
Kebutuhan umum pada
ruangan rumah adat Sao Ria terdiri dari 2 kebutuhan, yaitu:
Ruang kegiatan penghuni itu sendiri.
Dimana pada
ruangan-ruangan tersebut memiliki fungsi sosial
· Antara ketua adat dan keluarga (Makan, memasak, tidur).
· Antara ketua adat dan masyarakat setempat
(Berkumpul/bermusyawarah).
Ruang Spiritual
Dimana ruang ini berfungsi sebagai ruang spiritual. Pada ruang
ini diadakan upacara ritual pemujaan yang mengartikan bahwa kebutuhan ruang
yang ada di Sao Ria bukan hanya untuk manusia itu sendiri melainkan sebagai
tempat tinggal roh nenek moyang dan tempat bertemu manusia dengan sang
penciptanya (wujud ilahi) yang merupakan sumber dan tujuan akhir serta
penyelenggara kehidupan alam semesta.
Hubungan Antar Ruang
Secara horisontal pola hubungan antar ruang
pada Sao Ria ini berintikan pada ruang tengah yang ditandai oleh adanya ruang
bersama. Dimana ruang tengah ini menjadi inti Sao Ria, yang dijadikan sebagai
tempat untuk berkumpul dan bermusyawarah yang dipimpin oleh ketua adat. Selain
itu, ruang tengah ini juga menghubungkan semua ruangan yang ada di sekitarnya.
Ruang tengah ini bukan hanya sekedar pemersatu anggota keluarga, melainkan juga
pemersatu warga setempat.Sebelum
memasuki Sao Ria terdapat Magha Loo ( tenda kecil ), setelah melewati Magha Loo
terdapat Tangi Djawa (tangga naik ke rumah), lalu Magha Ria (bale-bale besar)
di tengahnya terdapat Lata, yakni tangga masuk ke Pane Ria (pintu besar). Di
samping Pane Ria terdapat Bendi (senapan) sebagai symbol pengaman Sao Ria. Dari
Pane Ria memasuki Loro / lorong menuju One atau ruang tengah. Di samping kiri
dan kanan terdapat dua kamar Magha Ria / kamar depan, yang berfungsi sebagai
tempat tidur pemuda dan tamu laki-laki.Setelah Magha Ria terdapat Waja (tempat
perapian). Di sudut kiri belakang terdapat Noki yaitu gudang kayu api.
Ditengah-tengah Sao Ria terdapat One (ruang utama). Dibalik dinding kanan One
terdapat kamar,dinamakan Rimba atau kamar untuk kamar gadis, kamar belakang
dinamakan Magha Longgo yaitu kamar Ata Laki Puu dengan istri-istrinya. Disudut
kanan belakang terdapat ruang suci yang dinamakan Wisu Lulu, tempat
barang-barang pusaka antara lain batu-batu perjanjian antara nenek moyang
dengan suku lain.
Follow @arquitectoiren
Tidak ada komentar:
Posting Komentar